PRESS RELEASE
POSKO PEMANTAUAN DAMPAK KEKERINGAN
API-SPI- IHCS-ISMPI-POPMASEPI-HMPTI-FKK HIMAGRI
K
|
ekeringan
adalah bencana rutin di Indonesia. Bencana kekeringan
juga merupakan persoalan pelik bagi petani, umumnya petani tanaman pangan. Bencana ini diperkirakan akan terus
berlangsung hingga akhir 2015. Karena bencana kekeringan ini sudah (dan akan)
memiliki dampak yang luas, termasuk dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan,
serta kesejahteraan petani dan masyarakat pedesaan, maka kami merasa perlu
memberikan perhatian luar biasa.
Terlebih lagi, sebagai
organisasi tani, organisasi mahasiswa pertanian dan masyarakat umum, kami
merasa perlu membentuk sebuah upaya luar biasa pula. Untuk itu, kami membentuk Posko
Pemantauan Dampak Kekeringan. Posko ini bertujuan memantau bencana kekeringan
yang terutama berdampak pada lahan pertanian—terlebih lagi tanaman pangan,
mendata kerusakan, menyambung suara petani atau korban bencana, dan mengawasi
kebijakan penanggulangan bencana kekeringan yang dilakukan oleh pemerintah.
Yang lebih penting lagi, Posko ini juga memberikan rekomendasi tidak hanya
respons, tapi juga usaha pencegahan dalam jangka menengah dan panjang.
Laporan awal bencana kekeringan
dan respon petani
Hingga pertengahan Agustus ini (per Rabu, 12/08) bencana kekeringan sudah terjadi
hampir di seluruh Sumatera dan Jawa. Di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Agam Sumatera
Barat misalnya, berdasarkan laporan anggota Serikat Petani Indonesia (SPI), lebih dari 375
hektar padi terancam gagal panen. Selain padi,
petani sayuran juga mengalami penurunan hasil panen sebanyak 30-35 persen. Biasanya, pada musim tanam kedua ini petani bisa bercocok tanam dan juga menghasilkan
padi. Tapi kali ini, 80 persen lahan pertanian di dua kabupaten ini gagal
panen. Sekira 20 persen lagi memang masih bisa menghasilkan padi, tapi
tidak sebanding dengan biaya pengelolaan lahan. Pada kondisi normal 1 hektar dapat
menghasilkan 65 karung. Namun pada situasi bencana kekeringan, petani hanya dapat
menghasilkan 15 karung.
Di Provinsi Lampung, Pemerintah
Kabupaten Mesuji sudah menyalurkan 15 mesin pompa air ditambah 28 mesin pompa air dari Pemerintah Provinsi untuk
menanggulangi bencana kekeringan. Harga pompa
air di pasar berkisar antara Rp 2.000.000,- sampai Rp. 4.000.000,-. Dengan
harga tersebut, petani yang tidak mendapatkan bantuan mesin pompa air tentu tidak
mampu membeli. Di sisi lain, kalaupun pompa air ada, irigasi dan air tanah
hingga kini belum juga tersedia. Sehingga berdasarkan pantauan di lapangan,
luas lahan pertanian yang terkena kekeringan di Provinsi Lampung diperkirakan bisa
mencapai 10.000 hektar--dan 90 hektar di antaranya mengalami puso.
Berdasarkan pantauan sementara oleh
mahasiswa pertanian di Jawa Barat,
diperkirakan pada lahan penanaman padi terkena dampak bencana kekeringan seluas
60.000 hektar--dengan 9.000 hektar terancam mengalami puso. Di Kabupaten Sukabumi, petani anggota SPI di Kecamatan Warung
Kiara mengalami gagal panen sekitar 30 hektar. Selain itu, petani padi terpaksa
harus melakukan panen dini. Jika tidak, kemungkinan puso akan semakin besar. Pada
kondisi demikian, petani harus menelan kenyataan pahit karena gabah yang dijual
hanya dihargai setengah dari harga normal, yakni sekitar Rp 3.000 - Rp 4.000,-.
Menurut laporan petani SPI di Kabupaten Cirebon, sebesar 70
persen persawahan di Kecamatan Klangenan mengalami kekeringan, bercelah hingga
empat jari orang dewasa. Sekira 40 persen
padi hanya tumbuh sekitar 10 – 20 cm dan dipastikan akan mengalami gagal panen karena kurang air dari irigasi. Hanya dari dua
kecamatan di Kabupaten Cirebon, total
lahan sawah yang gagal panen sudah mencapai 363,7
hektar.
Kondisi kekeringan di Provinsi Banten
tak jauh berbeda dengan Jawa Barat. Mahasiswa pertanian memantau di 10 kecamatan
Kabupaten Serang yakni Cinangka, Kramatwatu, Pabuaran, Bandung, Pamarayan,
Carenang, Pontang, Petir, Kopo dan Padarincang. Total luas kekeringan yang
dialami oleh petani mencapai 1.631,5 hektar. Umur tanaman petani yang mengalami
kekeringan berbeda-beda antara 30 hari sampai 88 hari setelah masa tanam.
Situasi ini belum mendapatkan perhatian yang cepat dari pemerintah, padahal
berdasarkan Pasal 33 UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, petani berhak
mendapatkan ganti rugi tanaman yang mengalami gagal panen atau puso dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah.
Kekeringan juga terjadi di Provinsi Jawa
Timur. Berdasarkan laporan petani Aliansi Petani Indonesia (API) di
Kecamatan Brondong dan Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan, lahan pertanian yang
terkena dampak kekeringan mencapai 500 hektar. Padi tadah hujan mengalami gagal
panen seluas 250 hektar karena sejak berumur 40-45 hari setelah masa tanam
sudah tidak ada hujan. Kemudian sekitar 200 hektar tanaman jagung mengalami
penurunan produktifitas hingga 50 persen. Selanjutnya 50 hektar tanaman kacang
tanah produktifitasnya juga menurun, hanya tersisa 40 persen saja dari produksi
normal. Di dua Kecamatan tersebut, potensi kerugian dialami sekitar 1.600
kepala keluarga dan ditaksir mencapai Rp. 7,2 miliar.
Kementerian
Pertanian RI telah melansir bahwa untuk mengantisipasi kekeringan telah (dan akan) membagikan pompa
sebanyak 45 ribu unit, membangun 1.000 embung, dan
membangun irigasi tersier sebanyak 2,6 juta ha sampai akhir tahun ini. Namun kami rasa dengan hal
itu masih belum cukup.
Dari laporan
awal yang kami lakukan serta mengadopsi tuntutan petani di lapangan, kami merekomendasikan
pemerintah untuk: (1) memiliki data yang akurat mengenai seberapa luas area
yang terpapar bencana kekeringan. Di satu sisi agar transparan untuk respon
cepat, di sisi yang lain agar bencana kekeringan ini tidak dijadikan alasan
untuk impor pangan; (2) menstimulus gerakan masyarakat untuk mengatasi bencana
kekeringan dengan kearifan lokal—juga melalui penyuluhan; (3) membangun/merehabilitasi/memelihara
jaringan irigasi; (4) membangun/merehabilitasi/memelihara konservasi lahan dan
air—terutama aliran sungai, daerah serapan air dan fungsi hutan. Inilah waktu
yang tepat untuk negara mengelola sumber daya air bersama rakyat—mandat
konstitusi terutama hasil judicial review
UU Sumber Daya Air; (5) memberikan bantuan sarana produksi (benih dan
pupuk, pompa spesifik lokasi); dan 6) mengembangkan budidaya hemat air dan
input (menggunakan metode SRI/PTT-- System of Rice
Intensification/Pengelolan
Tanaman Terpadu).
Jakarta,
13 Agustus 2015
Tim Posko Nasional Pemantauan Dampak Kekeringan
Kontak
lebih lanjut:
Posko
Pemantauan Dampak Kekeringan
Kantor DPP SPI Jl. Mampang Prapatan XIV No. 5 Jakarta Selatan Telp. (021) 7991890 Fax. (021) 7993426.
Email: poskokekeringan@gmail.com l FB: POSKO PEMANTAUAN KEKERINGAN l Twitter: @PoskoKekeringan
lnstagram: @posko_kekeringan
Konferensi Pers
Konferensi Pers Posko Pemantauan Dampak Kekeringan